Isu Boikot Pajak

Sunday, December 30, 2012



Isu boikot pajak memanas. Puncaknya ketika Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama pertengahan September lalu, melalui Ketua Umum KH Said Aqil Siroj mewacanakannya ke publik dan segera disambar oleh hampir semua media masa kita. Tentu saja hal itu membikin gerah bahkan cemas sejumlah pihak, terutama jajaran petinggi Negara yang bertanggung jawab langsung terhadap urusan pajak.

Semua sudah tau, obyek korupsi tidak lain adalah uang pajak yang diperas dari keringat rakyat, dan atau dari kekayaan alam yang juga adalah milik segenap rakyat. Dan sebagian utang warisan dari penyelenggara Negara terdahulu harus dibayar juga dengan pajak rakyat. maka, apa janggal kalau muncul ultimatum untuk boikot pajak?

Sesungguhnya di forum Munas NU berbagai opsi telah ditelaah secara seksama. Opsi pertama, biarkan saja keadaan berjalan seperti begini adanya, rakyat terus dikejar pajaknya dengan berbagai cara, termasuk dengan ancaman pidana. Apakah mereka membayar dengan keterpaksaan dan umpatan tidaklah penting.
Pajak yang dibayarkan dengan dengan suasana kebatinan seperti ini pada dasarnya tidak ada bedanya dengan pemalakan. Dalam pandangan agama dan moral apapun, kehalalan dan keberkatan uang seperti ini diragukan, bahkan disangkal.
Tak mengherankan apabila di seputar uang pajak muncul praktik-praktik yang secara moral pun bermasalah. Sebutlah kolusi antara petugas pajak dan wajib pajak. Pajak yang seharusnya 100% masuk ke kas Negara akhirnya hanya separuh dari yang seharusnya, sisanya ditilap berdua. Setelah pajak masuk ke kas Negara, dalam proses pembelanjaannya pun terjadi penyelewengan yang tak kalah serius. Ia dikorup sejak dari tahap perencanaan anggaran sampai dengan tahap eksekusinya di lapangan. Merasa tidak sendirian, para koruptor umumnya tetap tampil tenang, tebar senyum ke kanan dan kiri penuh percaya diri.

Jengkel melihat fenomena kemungkaran yang dipandang lumrah inilah maka muncul opsi kedua : boikot pajak !
Pilihan boikot pajak sama sekali bukan barang baru. Sejak zaman baheula pada era feudal raja-raja di berbagai belahan bumi, aksi serupa sering terjadi. Revolusi sosial menyeluruh di barat maupun timur yang melahirkan Negara demokrasi modern menggantikan pola kekuasaan feodal nan korup pun terlahir dari aksi politik yang bertumpu pada gerakan boikot pajak. 
Pertanyaannya, seberapa serius para kiai NU mempertimbangkan opsi boikot pajak ini?
boikot pajak adalah cara sangat efektif menekan kekuasaan, terutama jika dilakukan serentak oleh segenap rakyat pembayar pajak. Tidak usah boikot itu dilakukan seluruh Wajib Pajak, cukup 30% saja terutama WP besar maka denyut nadi Negara bisa berhenti. Oleh sebab itu, bisa ditebak bahwa opsi boikot pajak secara massal dan menyeluruh tak pernah menjadi opsi yang secara sadar diambil oleh siapapun.
Maka, yang dituntut oleh kiai-kiai NU kiranya cukup jelas, sesuatu yang masuk akal dan berada dalam kemampuan kita semua, terutama para pejabat Negara, yakni opsi ketiga : kelolalah uang pajak yang dipungut dari keringat rakyat untuk kepentingan segenap rakyat dengan penuh rasa tanggung jawab. 
Perubahan ini harus segera, jangan lagi ditunda-tunda. Para pejabat Negara dan segenap pemegang amanat rakyat, mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat paling bawah, harus bergegas menunjukkan komitmen dan aksi nyata. Berprilakulah sebagai pelayan rakyat sekaligus pelayan Tuhan Yang Maha Esa. Semoga Dia membimbing kita semua bangsa Indonesia. Aamiin..





Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia 2012 - 2013


Pajak & Zakat





Sudah sejak lama pajak dihubung-hubungkan dengan zakat, ada beberapa pendapat yang berbeda tentang bagaimana hubungan zakat dan pajak, yaitu :
1. Zakat dan pajak adalah dua kewajiban sekaligus terhadap agama dan Negara. Pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fiqh Az-Zakah. Qardhawi memandang bahwa zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang sama-sama wajib atas diri kaum Muslim. Hanya saja pajak diberlakukan untuk kondisi tertentu.

2. Zakat adalah kewajiban terhadap agama, dan pajak adalah kewajiban terhadap Negara. Pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Gazy Inayah dalam kitabnya Al-Iqtishad Al-Islami Az-Islami Az-Zakah wa Ad-Dharibah. Kelompok ini berpendapat bahwa ada pemisahan kekuasaan antara Tuhan dengan Raja, dimana zakat merupakan hak Allah Swt. Dan pajak adalah hak raja/kaisar (Negara). Pendapat ini menganut paham sekularisme yang memisahkan agama dengan Negara. Pendapat ini sama dengan pemahaman umat Kristen : “Give to Caesar what belongs to Caesar, and give to God what belongs to God, Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang kamu berikan kepada Allah!” (Markus 12 : 17)

3. Zakat adalah roh dan pajak adalah badannya. Roh dan badan tak mungkin dipisahkan. Pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Drs. Masdar F. Mas’udi, dalam bukunya Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS, Menuju Efektivitas Pemanfaatan Zakat, Infaq, Sedekah, dan buku lainnya Agama Keadilan, Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam, yang menyebutkan bahwa “pajak itulah zakat”. Artinya, jika seseorang sudah membayar pajak, berarti ia sudah membayar zakat. Menurut Masdar, zakat adalah landasan teorinya, sedangkan praktiknya adalah pajak.

4. Pajak tidak wajib bahkan haram. Pendapat ini dikemukakan antara lain oleh Dr. Hasan Turabi dari Sudan dalam bukunya Principle of Governance, Freedom, and Responsibility in Islam. Pendapat ini dilandasi oleh kekhawatiran ulama, jika pajak dibolehkan maka akan dapat menjadi alat penindas rakyat oleh penguasa.

Nah diatas sudah diringkas beberapa pendapat yang berbeda tentang hubungan pajak dan zakat dari berbagai cara pandang, bagaimana dengan pendapatmu??


Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia 2012 - 2013



Dari Rakyat Oleh Rakyat, Untuk ?


Mereka bilang negara ini adalah negara demokrasi 
Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat 
Maka itulah di negaraku diterapkan pajak
Mereka bilang pajak ditarik dari rakyat 
Kemudian digunakan untuk mengurus rakyat 
Tapi mengapa tidak semua rakyat dapat merasakannya?
Atau mungkinkah seperti yang dikatakan para politikus itu? 
Bahwa pajak adalah hak para PEJABAT ?
Pajak, oh pajak 
Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk pejabat
Namun sudah menjadi kewajiban
Membayar pajak yang ditentukan
Berada  dalam batas kemampuan
Agar berguna untuk saat ini dan kelak             
Benahi anggaran bocor dan retak
Manfaatkan dengan bijak
Agar rakyat ikhlas bayar pajak  

Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia 2012 - 2013



Dasar Pengenaan Pajak PPN Membangun Sendiri Turun !


DPP PPN Membangun Sendiri Turun dari 40% Jadi 20%


Pemerintah menurunkan dasar pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri dari 40% atas biaya pembangunan menjadi 20% mulai 21 November 2012.
Perubahan dasar pengenaan pajak pertambahan nilai tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan no. 163/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri.

Dalam beleid tersebut dasar pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah 20% dari jumlah biaya membangun bangunan diluar harga perolehan tanah.
 Dasar pengenaan tersebut lebih rendah dari ketetapan 20% yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan no. 39/2010.
Pemerintah juga menurunkan batas minimal luas bangunan yang terutang PPN dari 300 meter per segi menjadi 200 meter per segi.
Ketentuan PPN atas kegiatan membangun sendiri yang baru mulai berlaku pada 21 November 2012 atau 30 hari setelah PMK no. 163/2012 terbit.

Kegiatan membangun yang masih berlangsung dan dimulai sebelum tanggal efektif tersebut dikenai pajak berdasarkan ketentuan yang lama.
Pengamat Pajak Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Prof.Gunadi mengatakan penurunan beban PPN atas kegiatan membangun sendiri bisa meningkatkan kepatuhan dan memperluas basis pajak.
Kedua hal tersebut yang dikenal dengan istilah rate-flatening/ rate-broadening bisa membantu menaikkan penerimaan pajak negara dari aktivitas konstruksi.

“Beban PPN jadi murah untuk rumah besar dan menengah tapi pertumbuhan pembangunan rumah serta kepatuhan bisa dongkrak penerimaan,” jelas Gunadi kepada bisnis, Rabu (7/11).
Data Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan menyatakan realisasi penerimaan pajak 2012 per 15 Oktober baru 70,52% dari target.
Realisasi penerimaan PPN dalam negeri 2012 per 15 Oktober tumbuh 33,58% dibandingkan periode yang sama 2011 dari Rp97,11 triliun menjadi Rp127,72 triliun.

Pertumbuhan penerimaan terendah terjadi pada sektor PPh pasal 25 dan pasal 29 badan usaha yang pada periode tersebut hanya tumbuh 3,82% dari tahun sebelumnya atau 65,47% dari target APBN-P 2012.
 Total penerimaan PPh non migas per 15 Oktober hanya tumbuh 9,5% dari Rp279,33 triliun pada 2011 menjadi Rp305,86 triliun pada 2012.
Adapun penerimaan PPN/PPnBM masih bisa tumbuh 27,73% ditunjang oleh kenaikan penerimaan PPnBM impor dan PPN dalam negeri. (Bsi)



  • SUMBER: http://www.pbtaxand.com



Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia 2012-2013


Dampak Positif PTKP Naik


Dampak  adanya kebijakan kenaikan PTKP


a. Kenaikan PTKP akan meningkatkan daya beli (Purchasing Power) masyarakat
Dengan meningkatnya jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp15,23 juta per tahun menjadi Rp24 juta per tahun, tidak akan membuat negara kehilangan potensi penerimaan pajak. Pasalnya, naiknya PTKP akan menaikkan purchasing power masyarakat. Daya beli masyarakat akan naik sekitar 30 persen sehingga masyarakat terhibur dari (ketidakpastian) kenaikan harga BBM dan inflasi. Masyarakat akan lebih leluasa berbelanja sehingga sektor ekonomi dari konsumsi naik.

b. Meningkatnya penerimaan PPN
Rencana itu diharapkan dapat meningkatkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebagai kompensasi penurunan pajak penghasilan (PPh). menaikkan PTKP memang diakui dapat menurunkan penerimaan PPh. Tapi, PPN akan meningkat dan itu kan memperbaiki konsumsi, peningkatan PPN tidak akan sedrastis penurunan penerimaan PPh, sehingga tidak akan bisa mengompensasi penurunan PPh. Namun, Kenaikkan PTKP ini untuk melindungi pekerja berupah minimum yang di bawah Rp2 juta per bulan.

c. PTKP naik, penjualan properti meningkat
Rencana pemerintah yang akan menaikkan penghasilan tak kena pajak (PTKP) menjadi sebesar Rp24 juta/tahun atau Rp2 juta/bulan dari Rp15,8 juta/tahun, disambut baik oleh kalangan pelaku usaha properti. Mereka melihat kenaikan batas PTKP itu akan meningkatkan kemampuan cicilan masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga pengembang yakin kebijakan ini akan meningkatkan penjualan properti. Tentu ini juga akan berpengaruh terhadap minat beli masyarakat terhadap produk properti, terutama perumahan untuk kalangan menengah kebawah.

d. Meningkatkan saving atau tabungan
Uang yang sebelumnya untuk membayar PPh atas dampak kenaikan PTKP tersebut dapat disimpan sebagai tabungan apabila tidak dikonsumsi oleh masyarakat. Akibat dengan adanya peningkatan tabungan dari masyarakat maka akan menjadi keuntungan bagi perbankan untuk dapat memutarkan kembali uang tersebut sehingga dapat lebih menggerakan roda perekonomian.



e. Penurunan Penerimaan Negara dari PPh Orang Pribadi
Kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp 15,4 juta menjadi Rp 24 juta diakui mengakibatkan potensi penerimaan pajak sekitar Rp 12 triliun tergerus. Namun, Menteri Keuangan Agus Martowardojo yakin penerimaan negara tidak akan berkurang, karena akan beralih ke penerimaan negara lainnya. Kalau PTKP itu dinaikkan dari Rp 15,4 juta menjadi Rp 24 juta, penerimaan pajak yang hilang dalam satu tahun bisa mencapai Rp 12 triliun. Kalau misalnya dilaksanakan 1 Juli, maka kita kehilangan Rp 6 triliun,’’ ujar Agus, Minggu. Menurut Agus, meski kehilangan Rp 6 triliun penerimaan negara dari pajak tersebut, tapi bisa beralih ke penerimaan negara bentuk lain. Sebab, uang yang tidak dibayarkan dalam bentuk pajak, pasti akan dialihkan melalui konsumsi atau investasi yang akhirnya kembali kepada negara. Misalnya kita melepas penerimaan negara Rp 6-10 triliun atau Rp 12 triliun, dampaknya ke ekonomi betul-betul membuat domestik ekonomi berkembang. Masyarakat yang tadinya mesti membayar pajak menjadi berkurang dan cenderung mereka mengkonsumsikannya untuk yang lain.

f. Meningkatkan Penghasilan Kena Pajak Badan
Bagi perusahaan yang memberikan Tunjangan PPh pasal 21 bagi karyawannya, maka biaya yang dapat dibebankan menjadi berkurang karena PPh 21 atas penghasilan karyawan akan berkurang. Ini menyebabkan penghasilan kena pajak perusahaan naik, dan PPh terutang perusahaan pun akan naik.


Simulasi Perhitungan

A. Mr. A WP OP dalam negri belum menikah dan tidak ada tanggungan mempunyai Penghasilan Neto Rp 3.000.000 sebulan.

  • Perhitungan menggunakan PTKP lama





  • Perhitungan menggunakan PTKP baru




Penurunan PPh Terutang sebesar Rp 423.000 (1.008.000 – 585.000) atau sekitar 41% ( 408.000 : 1.008.000).

B. Mr. B WP OP dalam negri belum menikah dan tidak ada tanggungan mempunyai Penghasilan Neto Rp 20.000.000 sebulan.

  • Perhitungan menggunakan PTKP lama




  • Perhitungan Menggunakan PTKP baru



Penurunan PPh terutang  sebesar Rp 1.269.000 (28.624.000 – 27.355.000) atau hanya sekitar 4% (1.269.000 : 28.624.000)


Dari simulasi perhitungan diatas dapat diketahui kenaikan PTKP mempengaruhi PPh terutang yang cukup signifikan bagi orang pribadi yang berpenghasilan rendah. Semakin besar penghasilan seseorang, semakin kecil pengaruh kenaikan PTKP terhadap PPh terutang. Jadi orang pribadi yang berpenghasilan tinggi tidak akan mendapat efek dari kenaikan PTKP.

Pemahaman Pajak Indonesia

Tuesday, December 18, 2012


Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 UU KUP).




No


1.
Sehubungan dengan Pekerjaan
Pegawai  Negeri


PegawaI  BUMN


Pegawai  Swasta
2.
Usaha
Usaha  Industri


Usaha dagang


Usaha  jasa
3.
Pekerjaan Bebas
Akuntan  Publik


Dokter


Konsultan


Penilai


Notaris


Dan lain-lain pekerjaan  profesional






Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.









      Penerimaan Pajak 2013 Ditargetkan Naik 16 Persen
      JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan,
            pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan Rp 1.178,9 triliun, atau naik 16 persen dari target APBN-P 2012.
      Penerimaan perpajakan diperkirakan menyumbang hampir 80 persen dari total pendapatan negara.

TARGET       1.178.900.000.000.000
SETAHUN    360 HARI
TARGET PAJAK PER HARI:
3.274.722.222.222,22

JENIS-JENIS PAJAK :
1.       Pajak Penghasilan (PPh) :
          1.1.    PPh Pasal 21/26
          1.2.    PPh Pasal 22
          1.3.    PPh Pasal 23/26
          1.4.    PPh Pasal 25
          1.5.    PPh Pasal 4 Ayat 2
          1.6.    PPh Pasal 29
2.       Pajak Pertambahan Nilai (PPN) & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
3.       Pajak Bumi & Bangunan (PBB)
4.       Bea Perolehan Hak Atas Tanah/Bangunan (BPHTB)
5.       Bea Meterai (BM)





Pajak Dipungut Oleh Negara :
1.                Self Assessment System
          WP Dituntut Utk Aktif :
          1.1.    Mendaftar/Melapor Usaha à NPWP/PKP
          1.2.    Menghitung Pajak -----à Pajak Terutang
          1.3.    Memperhitungkan Pajak --> Kredit Pajak
          1.4.    Membayar/Menyetor Pajak -> SSP
          1.5.    Melapor Pajak ----------------> SPT
          1.6.    Mem-file Dokumen Terkait Dengan Perpajakan
2.       Official System
          WP Pasif, Fiskus Aktif (Perhitungan Pajak Oleh Fiskus, WP Tinggal Membayar Pajak)
3.       Witholding Tax System (Potong-Pungut)
          Negara “meminjam tangan” pihak ke tiga untuk memotong pajak, menyetor pajak, dan melapor pajak.





HIERARKI PERPAJAKAN DI INDONESIA :
1.         Undang-Undang (UU)
            (disamakan) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
2.         Peraturan Pemerintah (PP)
3.         Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
4.         Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER-DJP)
5.         Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak (SE-DJP)
6.         Surat Direktur Jenderal Pajak (S)

UNDANG-UNDANG PAJAK SEKARANG :
1.      KUP : UU NO. 6 TH. 1983 S.T.D.T.D UU NO. 16 TH. 2009
Perub. Berlaku Sejak 1 Januari 2008
UU No. 16 TH. 2009 = Hanya terkait Sunset Policy
2.      PPh : UU NO. 7 TH. 1983 S.T.D.T.D. UU NO. 36 TH. 2008
Perub. Berlaku Sejak 1 Januari 2009
3.      PPN : UU NO. 8 TH. 1983 S.T.D.T.D. UU NO. 42 TH. 2009
Perub. Berlaku Sejak 1 April 2010
4.      PBB UU NO. 12 TH. 1985 S.T.D.T.D. UU NO. 12 TH. 1994
5.      PBB Khusus pedesaan dan perkotaan : UU NO. 28 TH. 2009
Kewenangan pemungutan beralih ke Daerah (Pajak Daerah)
Paling lambat 1 Januari 2014
6.      BPHTB : UU NO. 21 TH. 2007 S.T.D.T.D. UU NO. 20 TH. 2000
Kewenangan pemungutan beralih ke Daerah ( Pajak Daerah )
Mulai 1 Januari 2011
7.      BM : UU NO. 13 TH. 1985 DAN BELUM BERUBAH S/D SEKARANG
8.      PPSP : UU NO. 19 TH. 1997 S.T.D.T.D. UU NO. 19 TH. 2000
9.      PP : UU NO. 14 TH. 2002

PPh
1.         Pajak Terutang         :           XXX
2.         Kredit Pajak              :           (XXX)
3.         Pajak KB/LB                         XXX
PPN
1.         Pajak Keluaran         :           XXX
2.         Pajak Masukan         :           (XXX)
3.         Pajak KB/LB             :           XXX












 
PMK NOMOR  184PMK.03/2007                                                                                                                        









  
Source :
Sapto Windi Argo
- Tax Trainer & Tax Consultant -



Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia 2012 - 2013

 
Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia © 2012