Bayar Pajak Cuma 1% ? PP46/2013

Thursday, October 31, 2013

   Tidak terasa sekarang sudah banyak peraturan yang baru, Kali ini penulis ingin membahas mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Ada apa sih dengan PP46 tersebut ? Banyak loh yang membicarakan bahkan mendiskusikan dalam debat pajak. :)

     PP46 mengatur mengenai : "Wajib Pajak Non BUT yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari Jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas, dengan Peredaran Bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,- ( Empat Miliar Delapan Ratus Juta Rupiah ) dalam 1 Tahun Fiskal dikenakan PPh Final 1% dari Jumlah Bruto"

Perhitungannya :
PPh Final (PP46) = 1% x Penghasilan Bruto

Penghasilan Bruto sering disebut juga omzet / omset / pendapatan

Apa saja sih Jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas yang tidak termasuk dalam penghasilan untuk menghitung Pajak Penghasilan Final terkait PP46 itu ?
Jasa - Jasa Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas :
1.  Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
2.  Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan peragawati, pemain drama, dan penari.
3.  Olahragawan.
4.  Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5.  Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6.  Agen iklan.
7.  Pengawas atau pengelola proyek.
8.  Perantara (makelar/calo).
9.  Petugas penjaja barang dagangan.
10. Agen asuransi.
11. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya
Atas Pendapatan dari Jasa diatas tidak perlu dimasukkan / diperhitungkan dalam menentukan peredaran bruto Wajib Pajak melebihi atau tidak melebihi Rp 4,8 Miliar.


Yang mungkin menjadi masalah ketika menentukan Jumlah Peredaran Bruto adalah apabila Wajib Pajak BARU SAJA TERDAFTAR ditengah Tahun Fiskal, belum lagi PP46 ini diberlakukan pada 1 Juli 2013. Dalam PP46 disebutkan bahwa Batasan Peredaran Bruto tidak melebihi Rp 4.8 Miliar selama 1 tahun fiskal.

Nah Gimana Caranya ? SETAHUNKAN SAJA.

Contoh :
1.  PT HIMAPPI terdaftar sebagai Wajib Pajak pada bulan Agustus 2013. Peredaran Bruto dari Bulan Agustus 2013 hingga Oktober 2013 yaitu Rp 200 Juta. Peredaran Bruto Tahun 2013 disetahunkan adalah :
Rp 200.000.000,- x  12/2  = Rp 1.200.000.000,-

Kesimpulan : Karena Peredaran Bruto Tahun 2013 tidak melebihi Rp 4.8 Miliar, maka PT HIMAPPI dapat menggunakan PP46 ini.


Ada loooh yang tidak termasuk dalam Sasaran PP46 ini. Siapa aja yang tidak kena PPh Final dari PP46 ini ?

Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan Usaha Perdagangan dan/atau Jasa yang dalam usahanya :
1.  Menggunakan sarana dan prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
2.  Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
Contohnya : Pedagang Kaki Lima Keliling, Warung Tenda di Trotoar, dan sejenisnya,

Wajib Pajak Badan yang :
1.  Belum beroperasi sepenuhnya secara komersial;atau
2.  Dalam Jangka Waktu 1 Tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.8 Miliar.

Atas Kedua Wajib Pajak diatas TIDAK DIKENAKAN PPh Final sesuai dengan PP46, melainkan dikenakan PPh sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagaimana biasanya.


Setelah mengetahui mengenai PP46 ini, yuk sekarang kita bahas bagaimana sih cara Setornya? Lapornya juga gimana ?

Sebelum diberlakukan PP46 ini, biasanya Wajib Pajak Badan menyetor PPh Angsuran Pasal 25.
Nah sama halnya dengan PPh Angsuran Pasal 25.
PP46 ini dibayarkan tiap bulan, JIKA ADA PEREDARAN BRUTO. Kalo gak ada yaudah gk setor.

Untuk Lapornya gimana ? Kalau untuk lapor kayak biasa aja pake Form SPT PPh Tahunan Badan, tapi di isinya ke kolom PPh Finalnya.

 Begitulah sedikit penjabaran dari penulis mengenai PP46 ini. semoga tulisan ini menjadi bermanfaat, :')

Salam HIMAPPI !

1 comments:

  1. Untuk asas keadilan dan kesamaan hak, saya kira peraturan pajak 1% ini tetap memberlakukan PTKP. Karena bagi pengusaha kecil seperti warung, PTKP ini seolah batas hak membiayai diri sendiri tanpa harus membebani orang lain. Semoga PTKP terkait pajak 1% bagi warung-warung kecil ini ada yang memperjuangkan. Peraturan toh harus logis dan manusiawi.

    Ingat pula bahwa pemerintah begitu menggebu menarik pajak, tapi di saat wajib pajak jatuh miskin, tidak ada yang namanya santunan bagi pembayar pajak selama dia belum bisa bekerja lagi. Bukankah di luar negeri yang demikian itu ada?

    Trims atas jawabannya n salam

    ReplyDelete

 
Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia © 2012