Rekonsiliasi PPN

Wednesday, November 6, 2013

     Hari ini admin belajar ilmu yang pada dasarnya tidaklah asing bagi admin sendiri. Ilmu ini didapat dari hasil interview dari salah satu Perusahaan Media yang bisa dibilang Fast Growing. Dari interview tersebut dengan user, admin ditanya mengenai Rekonsiliasi PPN. Mungkin dari kamu ada yang sudah paham dengan Rekonsiliasi PPN, atau mungkin ada juga yang belum. Kalau begitu admin akan sedikit membahas mengenai Rekonsiliasi PPN.
Cekidot ^^

     Rekonsiliasi / Ekualisasi PPN adalah proses pencocokan antara data di SPM PPN dengan SPT Tahunan Perusahaan. Rekonsiliasi yang menyangkut PPN dan/atau PPnBM(kalau ada)  ini penting karena akan berhubungan langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan menimbulkan Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi atas PPN ini dilakukan setiap bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir tahunnya menjadi perlu sekali karena terkait dengan  pengakuan pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.

     Pada umumnya perbedaan yang timbul antara pengakuan pendapatan perusahaan menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPM PPN bisa timbul karena dua kondisi.
1.  Karena karakteristik transaksi ;dan
2.  Karena Peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.

      Perbedaan-perbedaan nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN, yang mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh :
1.  Terdapat Objek PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan
   Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai account Penjualan, misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.

2.  Terdapat perbedaan kurs yang dipakai dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
   Kurs valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat asas.
   Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Namun dalam praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs transaksi. Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain.
   Sedangkan dalam membuat Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata uang asing, harus menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur Pajak.


3.  Pemberian Cash Discount
   Pada umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli dapat membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah disepakati sebelumnya. Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount.
   Cash Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.

4.  Adanya kesalahan tulis atau hitung
   Perbedaan omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas kesalahan tulis atau kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak atau pengisian SPT Masa PPN.
   Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena apabila timbul perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila ternyata perbedaan timbul karena human error, maka dapat langsung diambil tindakan antisipasi untuk memperbaiki kesalahan tersebut. 



Untuk melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat mudah dan sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian dikalikan 10%. Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN keluarannya serta nilai pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal cross check dengan yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN setiap bulannya. Apabila masih ada yang tertinggal belum dilaporkan, kalau itu ada pada sisi PPN keluaran maka harus segera dilakukan pembetulan SPM dan dibayar kekurangan pajaknya. Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena denda). Namun apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan sebagai PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPM atau membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPM dan pembukuan accounting akan mencatat sebagai beban tambahan.









Salam HIMAPPI ^^

Cara Meminta Jatah Faktur Pajak ? Gampang cuma rada Lama :'(

Thursday, October 31, 2013

             Mengenai PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak. dibuat dikarenakan semakin maraknya Faktur Pajak Fiktif yang terjadi selama bertahun tahun lamanya.

            PER-24/PJ/2012 merupakan perubahan ketentuan tentang Faktur Pajak PER-13/PJ/2010 dan PER-65/PJ/2010. Dalam Peraturan ini disebutkan bahwa Seluruh Pengusaha Kena Pajak, terhitung mulai 1 Juni 2013 wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai kebutuhan yang diatur dalam PER-24/PJ/2012. 

            Pak Fuad Rahmany selaku Direktur Jenderal Pajak juga menegaskan pada Tanggal 2 Mei 2013 bahwa : Wajib Pajak dilarang untuk menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur Pajak Tidak Sah.

Nah Jadi kalau Pengusaha Kena Pajak mau bikin Faktur Pajak, Nomornya skrg bukan bikin sendiri ya. melainkan minta sama Kantor Pajak.

Gimana sih cara minta nya ?
 Caranya :
1.  Buat Surat Permohonan Permintaan Kode Aktivasi dan Password
2.  Buat Surat Permohonan Permintaan Jatah Nomor Faktur Pajak

Contoh Surat Permohonan Permintaan Kode Aktivasi dan Password :



Nomor                            :   01/SK/HIMAPPI/X/2013
Lamp                              : 
Hal                                  :   Permohonan Kode Aktivasi dan Password

Kepada Yth. Kepala KPP Pratama (Area)

Dengan ini, saya  :
          Nama                    :   STPI
          Jabatan                 :   Direktur Utama
          Nama PKP            :   PT HIMAPPI
          NPWP                  :   12.345.678.9-012.000
          Alamat                  :   Jl. RS. Fatmawati No.1 Jakarta
          Alamat Email       :   himappi@gmail.com
Mengajukan permohonan Kode Aktivasi dan Password dalam rangka permintaan Nomor Seri Faktur Pajak berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak

Demikian disampaikan surat permohonan ini, atas perhatian saudara kami ucapkan terima kasih.
                                                                                                                                        Pemohon
                                                                                                                                        PT HIMAPPI

                                                                                                                                                STPI
                                                                                                                                        Direktur Utama



Nah setelah mengajukan permohonan Kode Aktivasi dan Password di KPP terdaftar, kita nungguin tuh dari Email yang kita kasih sama dari POS Indonesia.
Kalo dari E-mail biasanya dikirim oleh : efaktur@pajak.go.id
Kalo dari POS Indonesia dikirim oleh : PT POS Indonesia (ini yang biasanya lama nunggunya)

Tapi setelah dapet kedua duanya, baru deh ajuin Surat Permohonan Permintaan Jatah Nomor Faktur Pajak.
(email dr efaktur@pajak.go.id sama Surat dari POS dibawa yaa bersamaan dengan Surat Permohonan Permintaan Jatah Nomor Faktur Pajak)

Contoh Surat Permohonan Permintaan Jatah Nomor Faktur Pajak :

 Nomor                            :   02/SK/HIMAPPI/X/2013
Lamp                               :  
Hal                                  :   Permohonan Nomor Seri Faktur Pajak

Kepada Yth. Kepala KPP Pratama (Area)

Dengan ini, saya  :
          Nama                  :   STPI
          Jabatan                :   Direktur Utama
          Nama PKP          :   PT HIMAPPI
          NPWP                 :   12.345.678.9-012.000
          Alamat                :   Jl. RS. Fatmawati No.1 Jakarta
Mengajukan permohonan Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 sebanyak 15 (lima belas) Nomor Seri Faktur Pajak.
Bersama ini kami sampaikan data penyampaian SPT Masa PPN untuk 3 (Tiga) bulan terakhir berturut - turut yang telah jatuh tempo pada tanggal permintaan ini diajukan berikut jumlah penerbitan Faktur Pajaknya.



Demikian disampaikan surat permohonan ini, atas perhatian saudara kami ucapkan terima kasih.
                                                                                                                                        Pemohon
                                                                                                                                        PT HIMAPPI

                                                                                                                                                STPI
                                                                                                                                        Direktur Utama



Untuk Jatah Nomor Seri Faktur Pajak disesuaikan dengan kebutuhan yaaa. jangan minta banyak, tapi nerbitinnya kadang cuma dikit. Sesuai porsinya aja lah. Soalnya nanti di Akhir Tahun Pajak dilaporin mana nomor seri faktur pajak yang belum digunakan biar bisa digunain di tahun selanjutnya.

Mungkin sekian dari penulis, apabila ada yang mau ditanyakan bisa ke Twitter kita : @HIMAPajak
Atau ke Group FB kita di : Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia.

Salam HIMAPPI !

Bayar Pajak Cuma 1% ? PP46/2013

   Tidak terasa sekarang sudah banyak peraturan yang baru, Kali ini penulis ingin membahas mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Ada apa sih dengan PP46 tersebut ? Banyak loh yang membicarakan bahkan mendiskusikan dalam debat pajak. :)

     PP46 mengatur mengenai : "Wajib Pajak Non BUT yang menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari Jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas, dengan Peredaran Bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,- ( Empat Miliar Delapan Ratus Juta Rupiah ) dalam 1 Tahun Fiskal dikenakan PPh Final 1% dari Jumlah Bruto"

Perhitungannya :
PPh Final (PP46) = 1% x Penghasilan Bruto

Penghasilan Bruto sering disebut juga omzet / omset / pendapatan

Apa saja sih Jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas yang tidak termasuk dalam penghasilan untuk menghitung Pajak Penghasilan Final terkait PP46 itu ?
Jasa - Jasa Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas :
1.  Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
2.  Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan peragawati, pemain drama, dan penari.
3.  Olahragawan.
4.  Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
5.  Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6.  Agen iklan.
7.  Pengawas atau pengelola proyek.
8.  Perantara (makelar/calo).
9.  Petugas penjaja barang dagangan.
10. Agen asuransi.
11. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya
Atas Pendapatan dari Jasa diatas tidak perlu dimasukkan / diperhitungkan dalam menentukan peredaran bruto Wajib Pajak melebihi atau tidak melebihi Rp 4,8 Miliar.


Yang mungkin menjadi masalah ketika menentukan Jumlah Peredaran Bruto adalah apabila Wajib Pajak BARU SAJA TERDAFTAR ditengah Tahun Fiskal, belum lagi PP46 ini diberlakukan pada 1 Juli 2013. Dalam PP46 disebutkan bahwa Batasan Peredaran Bruto tidak melebihi Rp 4.8 Miliar selama 1 tahun fiskal.

Nah Gimana Caranya ? SETAHUNKAN SAJA.

Contoh :
1.  PT HIMAPPI terdaftar sebagai Wajib Pajak pada bulan Agustus 2013. Peredaran Bruto dari Bulan Agustus 2013 hingga Oktober 2013 yaitu Rp 200 Juta. Peredaran Bruto Tahun 2013 disetahunkan adalah :
Rp 200.000.000,- x  12/2  = Rp 1.200.000.000,-

Kesimpulan : Karena Peredaran Bruto Tahun 2013 tidak melebihi Rp 4.8 Miliar, maka PT HIMAPPI dapat menggunakan PP46 ini.


Ada loooh yang tidak termasuk dalam Sasaran PP46 ini. Siapa aja yang tidak kena PPh Final dari PP46 ini ?

Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan Usaha Perdagangan dan/atau Jasa yang dalam usahanya :
1.  Menggunakan sarana dan prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
2.  Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
Contohnya : Pedagang Kaki Lima Keliling, Warung Tenda di Trotoar, dan sejenisnya,

Wajib Pajak Badan yang :
1.  Belum beroperasi sepenuhnya secara komersial;atau
2.  Dalam Jangka Waktu 1 Tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp 4.8 Miliar.

Atas Kedua Wajib Pajak diatas TIDAK DIKENAKAN PPh Final sesuai dengan PP46, melainkan dikenakan PPh sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagaimana biasanya.


Setelah mengetahui mengenai PP46 ini, yuk sekarang kita bahas bagaimana sih cara Setornya? Lapornya juga gimana ?

Sebelum diberlakukan PP46 ini, biasanya Wajib Pajak Badan menyetor PPh Angsuran Pasal 25.
Nah sama halnya dengan PPh Angsuran Pasal 25.
PP46 ini dibayarkan tiap bulan, JIKA ADA PEREDARAN BRUTO. Kalo gak ada yaudah gk setor.

Untuk Lapornya gimana ? Kalau untuk lapor kayak biasa aja pake Form SPT PPh Tahunan Badan, tapi di isinya ke kolom PPh Finalnya.

 Begitulah sedikit penjabaran dari penulis mengenai PP46 ini. semoga tulisan ini menjadi bermanfaat, :')

Salam HIMAPPI !

Wajibkah melaporkan SPT Pajak Penghasilan ?

Tuesday, January 1, 2013

Mungkin banyak dari kalian yang bingung akan kewajiban melaporkan SPT dan beberapa bulan lagi adalah wajib lapor SPT Tahunan. Ya, memang banyak yang bingung. Saya juga bingung sebelumnya, tapi setelah membaca Peraturan yang berlaku ternyata ada yang dikecualikan dalam pelaporan SPT Pajak Penghasilan.
Apa peraturan ? Siapa - siapa saja yang dikecualikan ?
Berikut jawabannya :



Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang - Undang Peubahan Ketiga Pajak Penghasilan 1984;atau
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.

dari keterangan diatas diterangkan bahwa :

  • Wajib Pajak sebagaimana dimaksud di nomor  1 diatas, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal25 dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
  • Wajib Pajak sebagaimana dimaksud di nomor 2 diatas, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25.

Dari Peraturan yang berlaku tersebut, sudah jelas bahwa Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP maka tidak diwajibkan dalam menyampaikan SPT Pajak Penghasilannya.



Happy Taxation !



Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia 2012-2013

Selamat Datang Tarif PTKP Baru !

Tidak terasa kita sudah memasuki awal tahun 2013, yang artinya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 sudah berlaku :).

Mungkin yang masih belum tahu / lupa berapa tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk tahun 2013. Berikut adalah Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak tahun 2013 :


Gimana ? Kita semua harus turut bahagia atas berlakunya PTKP yang baru. karena seenggaknya bisa meringankan pajak kita :)

Happy Taxation !



Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia 2012 - 2013


Sistem Penomoran Baru Dalam Pembuatan Faktur Pajak

Sistem Penomoran Baru Dalam Pembuatan Faktur Pajak | Direktorat Jenderal Pajak



Dengan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran sebagaimana diterapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Faktur Pajak mempunyai peran yang sangat strategis. Berbagai upaya penyempurnaan sistem telah dilakukan oleh DJP. Salah satu upaya untuk menghindari terjadinya segala bentuk penyalahgunaan Faktur Pajak dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, peraturan tentang Faktur Pajak kembali mengalami perubahan. Diharapkan juga, Pelayanan dan kenyamanan kepada seluruh Pengusaha Kena Pajak akan meningkat.

Kebijakan ini merupakan langkah lanjutan, setelah program registrasi ulang Pengusaha Kena Pajak (PKP), dalam rangka meningkatkan tertib administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tanggal 22 November 2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak yang akan berlaku efektif untuk penerbitan Faktur Pajak mulai tanggal 1 April 2013.

Dalam peraturan tersebut, penomoran Faktur Pajak tidak lagi dilakukan sendiri oleh PKP, tetapi dikendalikan oleh DJP melalui pemberian nomor seri Faktur Pajak yang ditentukan bentuk dan tatacaranya oleh DJP. Untuk mendapatkan nomor seri Faktur Pajak, PKP perlu mengajukan surat permohonan kode aktivasi dan password secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP terdaftar. Surat pemberitahuan kode aktivasi akan dikirimkan melalui pos ke alamat PKP, sedangkan password akan dikirimkan lewat email. Setelah mendapat kode aktivasi dan password, kemudian PKP mengajukan surat permintaan nomor seri Faktur Pajak ke Kantor Pelayanan Pajaka (KPP) tempat PKP terdaftar untuk kebutuhan 3 (tiga) bulan. Selanjutnya, PKP akan mendapatkan surat pemberitahuan nomor seri Faktur Pajak untuk digunakan dalam penomoran Faktur Pajak.

Berkenaan dengan peraturan baru ini, PKP perlu memastikan bahwa alamat yang terdaftar adalah alamat yang sesuai dengan kondisi nyata PKP. Hal ini dimaksudkan agar pada pengiriman surat pemberitahuan kode aktivasi dapat diterima oleh PKP. Apabila terdapat perbedaan antara alamat yang sebenarnya dengan alamat yang tercantum dalam Surat Pengukuhan PKP, maka PKP harus segera melakukan update alamat ke KPP tempat PKP terdaftar. PKP perlu juga mempersiapkan alamat surat elektronik (email) untuk korespondensi pemberitahuan email dan surat pemberitahuan kode aktivasi/surat pemberitahuan penolakan kode aktivasi yang Kembali Pos (kempos).

Ketentuan-ketentuan baru yang diatur dalam Peraturan tersebut adalah :

  1. Kode dan nomor seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu : 2(dua) digit kode transaksi, 1 (satu) digit kode status, dan 13 (tiga belas) digit nomor seri Faktur Pajak;
  2. Nomor seri Faktur Pajak diberikan oleh DJP melalui permohonan dengan instrumen pengaman berupa kode aktivasi dan password;
  3. Identitas Penjual dan Pembeli, terutama alamat harus diisi dengan alamt sebenarnya atau sesungguhnya;
  4. Jenis Barang Kena Pajak atau Jasa kena Pajak harus diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya;
  5. Pemberitahuan PKP/pejabat/pegawai penandatangan Faktur Pajak, harus dilampiri dengan fotokopi kartu identitas yang sah dan dilegalisasi pejabat yang berwenang;
  6. PKP yang tidak menggunakan nomor seri Faktur Pajak dari DJP atau menggunakan nomor seri Faktur Pajak ganda akan menyebabkan Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak tidak lengkap;
  7. Faktur Pajak tidak lengkap akan menyebabkan PKP pembeli tidak dapat mengkreditkan sebagai Pajak Masukan dan PKP Penjual dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dengan diterbitkannya peraturan tersebut, diharapkan PKP dapat mempersiapkan diri untuk menyesuaikan penomoran Faktur Pajak. Apabila diperlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi KPP tempat PKP dikukuhkan atau melalui Kring Pajak 500200.







Sumber : www.pajak.go.id
 

Isu Boikot Pajak

Sunday, December 30, 2012



Isu boikot pajak memanas. Puncaknya ketika Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama pertengahan September lalu, melalui Ketua Umum KH Said Aqil Siroj mewacanakannya ke publik dan segera disambar oleh hampir semua media masa kita. Tentu saja hal itu membikin gerah bahkan cemas sejumlah pihak, terutama jajaran petinggi Negara yang bertanggung jawab langsung terhadap urusan pajak.

Semua sudah tau, obyek korupsi tidak lain adalah uang pajak yang diperas dari keringat rakyat, dan atau dari kekayaan alam yang juga adalah milik segenap rakyat. Dan sebagian utang warisan dari penyelenggara Negara terdahulu harus dibayar juga dengan pajak rakyat. maka, apa janggal kalau muncul ultimatum untuk boikot pajak?

Sesungguhnya di forum Munas NU berbagai opsi telah ditelaah secara seksama. Opsi pertama, biarkan saja keadaan berjalan seperti begini adanya, rakyat terus dikejar pajaknya dengan berbagai cara, termasuk dengan ancaman pidana. Apakah mereka membayar dengan keterpaksaan dan umpatan tidaklah penting.
Pajak yang dibayarkan dengan dengan suasana kebatinan seperti ini pada dasarnya tidak ada bedanya dengan pemalakan. Dalam pandangan agama dan moral apapun, kehalalan dan keberkatan uang seperti ini diragukan, bahkan disangkal.
Tak mengherankan apabila di seputar uang pajak muncul praktik-praktik yang secara moral pun bermasalah. Sebutlah kolusi antara petugas pajak dan wajib pajak. Pajak yang seharusnya 100% masuk ke kas Negara akhirnya hanya separuh dari yang seharusnya, sisanya ditilap berdua. Setelah pajak masuk ke kas Negara, dalam proses pembelanjaannya pun terjadi penyelewengan yang tak kalah serius. Ia dikorup sejak dari tahap perencanaan anggaran sampai dengan tahap eksekusinya di lapangan. Merasa tidak sendirian, para koruptor umumnya tetap tampil tenang, tebar senyum ke kanan dan kiri penuh percaya diri.

Jengkel melihat fenomena kemungkaran yang dipandang lumrah inilah maka muncul opsi kedua : boikot pajak !
Pilihan boikot pajak sama sekali bukan barang baru. Sejak zaman baheula pada era feudal raja-raja di berbagai belahan bumi, aksi serupa sering terjadi. Revolusi sosial menyeluruh di barat maupun timur yang melahirkan Negara demokrasi modern menggantikan pola kekuasaan feodal nan korup pun terlahir dari aksi politik yang bertumpu pada gerakan boikot pajak. 
Pertanyaannya, seberapa serius para kiai NU mempertimbangkan opsi boikot pajak ini?
boikot pajak adalah cara sangat efektif menekan kekuasaan, terutama jika dilakukan serentak oleh segenap rakyat pembayar pajak. Tidak usah boikot itu dilakukan seluruh Wajib Pajak, cukup 30% saja terutama WP besar maka denyut nadi Negara bisa berhenti. Oleh sebab itu, bisa ditebak bahwa opsi boikot pajak secara massal dan menyeluruh tak pernah menjadi opsi yang secara sadar diambil oleh siapapun.
Maka, yang dituntut oleh kiai-kiai NU kiranya cukup jelas, sesuatu yang masuk akal dan berada dalam kemampuan kita semua, terutama para pejabat Negara, yakni opsi ketiga : kelolalah uang pajak yang dipungut dari keringat rakyat untuk kepentingan segenap rakyat dengan penuh rasa tanggung jawab. 
Perubahan ini harus segera, jangan lagi ditunda-tunda. Para pejabat Negara dan segenap pemegang amanat rakyat, mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat paling bawah, harus bergegas menunjukkan komitmen dan aksi nyata. Berprilakulah sebagai pelayan rakyat sekaligus pelayan Tuhan Yang Maha Esa. Semoga Dia membimbing kita semua bangsa Indonesia. Aamiin..





Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia 2012 - 2013


 
Himpunan Mahasiswa Peduli Pajak Indonesia © 2012